Jama’ah yang dirahmati Allah,

Pertama, kita bersyukur kepada Allah SWT atas karunia kesehatan, keafiatan, dan kesempatan. Lebih-lebih lagi nikmat iman dan Islam. Semoga dengan bersyukur, iman dan taqwa kita juga semakin bertambah. Kita yakin, bahwa dengan iman dan taqwa kesuksesan hidup di dunia dapat kita raih, demikian juga kehidupan akhirat. Amin ya Rabbal ‘Alamin.

Sholawat dan salam semoga tercurahkan kepada Baginda Nabi Besar Muhammad SAW. Semoga kita yang hidup di akhir zaman ini termasuk umatnya yang kelak mendapatkan syafa’atnya.

Jama’ah Jum’at Rahimakumullah,

Akhir-akhir ini kita merasa begitu padatnya aktivitas dan kegiatan. Sering kali kita merasa bahwa waktu tidak cukup untuk menyelesaikan banyaknya agenda harian kita. Padahal, hari ini dan kemarin durasinya sama, yakni 24 jam sehari. Bahkan tidak jarang di tengah kesibukan itu kita mengalami kegamangan jiwa, kekosongan makna.

Pertanyaannya adalah: apa yang salah dengan rutinitas kita? Mengapa aktivitas yang menyita tenaga, pikiran, bahkan fokus dan perhatian itu berakhir dengan perasaan hampa?

Oleh karena itu, izinkan kami menyampaikan khutbah dengan judul: “Mengaplikasikan Manajemen Ilahiah Menuju Hidup Berkah”.

Manajemen Waktu dan Sholat

Manajemen hidup sangat berkaitan dengan waktu. Mengelola waktu yang tepat akan memberikan dampak yang sangat berarti. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman:

إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ كَانَتۡ عَلَى ٱلۡمُؤۡمِنِينَ كِتَٰبٗا مَّوۡقُوتٗا
“Sesungguhnya sholat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nisā’: 103)

Ayat ini sangat erat kaitannya dengan manejemen waktu. Di mana banyak orang sering kali tidak mampu mengatur waktu, sehingga ritme kerjanya menjadi tidak teratur sehingga aktifitas hariannya menjadi berantakan. Sholat lima waktu bukan hanya kewajiban utama dalam Islam, tapi juga merupakan bentuk
manajemen waktu terbaik yang Allah swt. desain langsung bagi manusia agar hidupnya tertata, bermakna, dan berorientasi akhirat.

Ayat ini menunjukkan bahwa shalat bukan hanya perintah, tapi perintah yang terjadwal. Allah swt. ingin manusia hidup dengan disiplin waktu. Lima waktu dalam sehari menjadi penanda ritme hidup: mulai pagi hari dengan shubuh, produktif di waktu dhuhur dan ashar, rehat di waktu maghrib, dan muhasabah di waktu isya.

Imam Ibn Qayyim al-Jauziyyah berkata:

الصلاة ميزان الأوقات ومقياس الانضباط 
“Sholat adalah timbangan waktu dan ukuran kedisiplinan.”

Ada tiga makna dibalik ditetapkan waktu sholat menjadi lima waktu, pertama, menjadi kerangka waktu hidup seorang muslim bahwa ia harus hidup dengan disiplin, keteraturan, dan menghindari kelalaian. Kedua, mengajarkan keteguhan dalam kondisi bagaimanapun. Sholat harus ditunaikan meskipun dalam keadaan perang sekalipun. Sholat harus ditunaikan meskipun dalam keadaan sakit, apalagi sehat. Pesan dari pada perintah ini adalah konsistensi. Dan, ketiga
adalah menghubungkan waktu dengan Allah swt. Dengan sholat yang ditetapkan waktunya, Allah mengingatkan manusia bahwa waktu adalah amanah. Jika waktu dunia tidak dikelola dengan baik, maka kesuksesan akhirat pun terancam.

Jama’ah Jum’at Rahimakumullah
Dalam era modern yang serba cepat dan penuh distraksi, sholat menjadi penyeimbang jiwa dan pengatur ritme hidup. Sholat melatih kita menghargai waktu, tidak menunda-nunda pekerjaan, dan menyadari bahwa segala aktivitas harus kembali kepada Allah swt. Ada tiga fenomena kehidupan modern yang dapat menjebak manusia hidup tanpa kebermaknaan. Karena itu, tidak ada jalan lain harus kembali kepada Allah swt.

Pertama, manusia modern hidup dalam era yang disebut “hedonic treadmill”: terus berlari mengejar kesenangan dunia, namun tidak pernah sampai pada kepuasan hakiki. Mereka memiliki segalanya, namun merasa tidak memiliki diri sendiri. Disinilah pentingnya sholat lima waktu:

اِنَّ الصَّلٰوةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ كِتٰبًا مَّوْقُوْتًا

Sholat lima waktu itu akan menjadi sistem spiritual yang membentengi manusia dari kekosongan. Waktu-waktu sholat menjadi oasis spiritual di tengah gurun kekeringan makna. Sholat lima waktu menjadi embun pagi yang menyejukkan jiwa karena kerontang materialisme.

Kedua, Flexing dan Pemujaan Popularitas: Ilusi Eksistensi Fenomena flexing atau ria (pamer kekayaan, gaya hidup mewah, dan pencitraan sosial). Banyak kita jumpai di media-media sosial dan realitas kehidupan sehari-hari. Fexsing hanyalah bentuk pelarian dari kehampaan batin. Orang merasa ada jika dilihat, bukan karena merasa utuh dalam dirinya. Sholat lima waktu melatih manusia merasa hadir di hadapan Allah, bukan sekadar hadir di media sosial. Sholat lima waktu juga membiasakan diri mengingat bahwa eksistensi manusia bukan ditentukan oleh like dan followers di akun-akun media sosialnya, tetapi lebih dari itu, eksistensinya ditentukan oleh sejauh mana mereka meningkatkan kualitas hubungannya secara vertikal kepada Allah.

Sebagaimana Nabi Muhammad saw. bersabda:

وَجُعِلَتْ قُرَّةُ عَيْنِي فِي الصَّلَاةِ
“Dijadikan penyejuk mataku dalam sholat.”
(HR. An-Nasa’i dan Ahmad)

Ketiga, Sholat: Desain Ilahi untuk Menyembuhkan Jiwa Kosong. Ayat tentng penetapan waktu-waktu tersebut tidak hanya sekedar sebagai pembagian waktu, tetapi juga menyiratkan sistem pengelolaan jiwa. Ketika manusia lelah dikejar deadline dunia, Allah mengatur ritme harian. Sholat Subuh yang di awal hari itu membangkitkan harapan. Merefleksikan makna hidup bahwa setiap awal hari ada harapan baru. Hidup itu tidak stagnan tetapi ada dinamika. Waktu Dzuhur dengan sholat Dhuhur merupakan refleksi bahwa di tengah kesibukan apapun haru mengingat arah dan niat. Waktu Ashar dengan sholat Ashr hadir saat mulai letih. Waktu ini mengingatkan kembali pada tujuan hidup. Waktu Maghrib dengan Sholat Maghrib yang dikerjakan saat senja, merefleksikan bahwa manusia diajak untuk bersyukur. Bersyukur atas segala aktifitas dan capaiannya. Dan, Waktu Isya dengan Sholat Isya’ dilaksanakan menjelang tidur, merupakan waktu menutup hari dengan ketenangan dan perasaan terpuaskan.

Jama’ah Jum’at Rahimakumullah
Akhirnya, kita dapat simpulkan bahwa ayat yang sedang kita bahas ini memberikan pemahaman kepada kita bahwa sholat itu tidak hanya bermakna wajib dan terjadwal, Tapi juga sebagai respon atas kekosongan jiwa manusia modern karena aktifitas hariannya yang padat, yang kehilangan arah, terperangkap materialisme, pencitraan, dan pengabaian nilai dan tujuan. Melalui ayat ini kita diajak agar dapat memanej waktu dengan sebaik-baiknya, sehingga waktu
yang dihabiskan dalam rutinitas itu mewujud amal shalih dan memberikan nilai bagi tujuan akhirnya, yaitu Allah swt.

بَارَكَ الله لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ