oleh : Ust. Mokh. Ulil Hidayat
Khutbah Pertama
Ma’āsyiral Muslimīn Rahimakumullāh,
Hari ini kita berada di ambang pergantian tahun hijriyah, menyongsong 1 Muharram 1447 H, sebuah momentum spiritual penting dalam sejarah umat Islam. Tahun baru hijriyah bukan sekadar pergantian waktu, melainkan momentum untuk merenungkan kembali makna hijrah dan memperbarui komitmen keislaman kita.
Jamaah yang dirahmati Allah, pergantian tahun bukan sekadar bertambahnya hitungan jumlah, tetapi memiliki makna penting, bisa diambil manfaat, tujuan, dan urgensinya bagi kita semua sebagai hamba Allah sekaligus khalifah-Nya di muka bumi ini. Untuk itu, ijinkan khatib menguraikan empat pesan penting bagi pergantian tahun itu.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.
1. Makna Tahun Baru Hijriyah
Tahun baru hijriyah bukan dimulai dari kelahiran Nabi, bukan pula dari turunnya wahyu, tetapi dari peristiwa hijrah Rasulullah dari Makkah ke Madinah, suatu tonggak sejarah perjuangan umat. Allah swt. berfirman dalam QS. At-Taubah: 20
ٱلَّذِينَ آمَنُوا۟ وَهَاجَرُوا۟ وَجَـٰهَدُوا۟ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ بِأَمْوَٰلِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ أَعْظَمُ دَرَجَةً عِندَ ٱللَّهِ ۚ وَأُو۟لَـٰٓئِكَ هُمُ ٱلْفَـٰٓئِزُونَ
Makna hijrah adalah berpindah dari kegelapan menuju cahaya, dari kekufuran kepada keimanan, dari kemalasan kepada produktivitas.
Ma’āsyiral Muslimīn Rahimakumullāh,
2. Manfaat Memperingati Tahun Baru Hijriyah
Tahun Baru Hijriyah bukan sekadar tanggal dalam almanak, tetapi denyut sejarah yang menghidupkan kembali napas perjuangan umat Islam. Ia mengajak kita menyelami samudra masa lalu, tempat Rasulullah saw. dan para sahabat menggoreskan jejak hijrah, sabar, dan pengorbanan, agar kita tak kehilangan arah di tengah derasnya arus zaman.
Momentum ini pun menghadirkan ruang hening untuk muhāsabah, sebuah cermin jiwa tempat kita menatap wajah diri apa adanya. Apakah hari-hari yang lalu telah terisi dengan amal shalih, atau justru kita terjebak dalam rutinitas dunia yang melalaikan? Tahun baru juga mengetuk kesadaran kita tentang waktu, bahwa ia adalah nikmat sekaligus amanah yang terus berjalan tanpa kembali. Setiap detiknya adalah ladang pahala atau penyesalan, dan setiap langkah yang ditempuh adalah jalan menuju penghisaban.
Maka, memperingati 1 Muharram adalah cara kita merangkul kembali makna hidup, menguatkan langkah menuju Allah dengan semangat hijrah, agar hidup tak sekadar berlangsung, tetapi bermakna di hadapan-Nya.
Nabi Muhammad saw. bersabda:
“المُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللّٰهُ عَنْهُ”
“Orang yang berhijrah sejati adalah yang meninggalkan apa-apa yang dilarang oleh Allah.” (HR.Bukhari)
Ma’āsyiral Muslimīn Rahimakumullāh,
3. Tujuan dan Hikmah Hijrah
Hijrah bukan sekadar melangkahkan kaki dari satu tempat ke tempat lain, tetapi sebuah perjalanan jiwa menuju cahaya Ilahi. Ia adalah detik-detik perubahan, ketika hati menggugurkan kelam masa lalu, dan menjemput harapan baru dalam dekapan rahmat Allah.
Hijrah adalah bisikan langit dalam dada hamba yang rindu akan kedamaian, suatu transformasi batin yang menggugah ruhani, membimbing manusia dari keterikatan dunia menuju ketundukan hakiki. Darinya lahir masyarakat yang bersih jiwanya, kokoh imannya, dan luhur akhlaknya. Karena sejatinya, hijrah adalah upaya menegakkan kalimat Allah dalam diri sendiri, dalam rumah tangga, dan dalam tatanan kehidupan umat.
Allah swt. berfiman dalam QS. Al-Hasyr: 9
وَيُؤْثِرُونَ عَلَىٰ أَنفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ
Ayat ini menggambarkan keikhlasan kaum Anshar dalam membantu Muhajirin, sebagai buah dari hijrah yang membangun ukhuwah dan solidaritas.
Ma’āsyiral Muslimīn Rahimakumullāh,
4. Pentingnya Tahun Baru Hijriyah
Memperingati Tahun Baru Hijriyah bukanlah sekadar mengikuti kalender, tetapi sebuah ikrar kesadaran sejarah dan spiritualitas. Ini adalah cara umat Islam menegaskan identitasnya di tengah zaman yang terus berubah. Di saat kalender masehi mendominasi ruang publik, memperingati 1 Muharram adalah bentuk kebanggaan kolektif umat terhadap warisan peradaban Islam yang kaya makna dan nilai.
Tahun baru hijriyah juga menjadi momentum pembaruan diri, sebuah seruan halus kepada setiap jiwa agar berhijrah secara batiniah, dari lalai menuju sadar, dari dosa menuju taubat, dari diam menuju aksi kebaikan. Ia hadir sebagai pemicu perubahan, membisikkan pada kita bahwa waktu terus berjalan, dan kita harus bergerak menuju perbaikan diri dan masyarakat.
Lebih dari itu, 1 Muharram mengingatkan kita pada jejak agung perjuangan Rasulullah saw, yang meninggalkan tanah kelahiran demi tegaknya kebenaran dan terjaganya aqidah. Hijrah beliau bukan sekadar perpindahan tempat, melainkan tonggak sejarah peradaban Islam yang mengajarkan arti pengorbanan, strategi, dan keberanian moral dalam membela nilai-nilai tauhid.
Nabi Muhammad saw. bersabda:
“كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ”
“Hiduplah di dunia seolah-olah engkau adalah orang asing atau seorang musafir.” (HR. Bukhari)
Artinya, kita harus menjadikan waktu sebagai sarana menuju akhirat. Di zaman ini, manusia hidup di tengah gelombang besar peradaban yang penuh godaan. Materialisme menjadikan dunia sebagai pusat ambisi, individualisme mengerdilkan empati, dan hedonisme meracuni jiwa dengan candu kesenangan sesaat.
Flexing, pamer gaya dan harta, seolah menjadi standar martabat, padahal ia hanya bayangan semu yang mengikis makna hidup sejati. Di tengah hingar-bingar dunia semacam ini, sabda Rasulullah saw. datang seperti angin sejuk yang menyapa hati: “Hiduplah di dunia seakan-akan engkau orang asing atau musafir. “Artinya, jangan anggap dunia sebagai rumah abadi, karena kita hanyalah tamu yang sebentar singgah,dan kelak akan melanjutkan perjalanan pulang menuju akhirat.
Seorang musafir tak membawa beban berlebihan, ia hanya membawa bekal secukupnya untuk sampai tujuan. Begitu pula seorang mukmin, hidupnya sederhana, hatinya lapang, dan tujuannya jelas—mencari ridha Allah. Sabda ini bukan seruan untuk menjauhi dunia, tetapi peringatan agar kita tidak tertawan olehnya. Jangan sampai hidup hanya untuk mengumpulkan yang fana, sementara hati kosong dari zikrullah, dan waktu habis demi pencitraan semu di hadapan manusia, bukan kebermaknaan di hadapan Tuhan.
Maka wahai diri, jadikan dunia ladang amal, bukan istana tinggal. Jadilah musafir bijak yang menapak dunia dengan ringan, namun membawa bekal akhirat yang sarat dengan iman.
Akhirnya, mari kita sambut Tahun Baru 1 Muharrama 1447 H dengan doa dan harap, semoga hari esok kita lebih baik dari hari ini. Lebih taat, lebih manfaat, dan lebih diberkati.
Amin ya rabbal alamin.